Berbeda dengan motto Pegadaian yang “mengatasi masalah tanpa masalah”, Kontraktor kita tampil agak beda. Kontraktor kita tidak sadar jika menganut paham yang “mengatasi masalah dengan masalah”. Tentu tidak semuanya seperti itu. Tapi setujukah anda jika hal tersebut cukup sering terjadi dalam dunia proyek konstruksi kita? “Mengatasi
masalah dengan masalah”, kira-kira seperti itulah motto problem solving yang
mungkin dianut oleh kebanyakan kontraktor di dunia konstruksi kita. Pasti ada
alasannya hingga disimpulkan seperti itu. Tapi setidaknya, saya cukup yakin
bagi anda yang cukup lama berkecimpung dalam dunia proyek di Indonesia akan
menyimpulkan hal yang serupa.
Kita telah
ketahui bahwa dalam pelaksanaan proyek sering ditemui masalah sebagai akibat
dari kompleksitas proyek itu sendiri. Adanya masalah di proyek adalah biasa
bagi orang yang berkecimpung di dunia proyek. Masalah kadang terjadi dalam
jumlah yang banyak dalam waktu yang bersamaan.
Adanya
masalah tentu harus diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan kaidah teknis
jika menyangkut masalah teknis di lapangan. Artinya masalah yang terjadi
diselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru. Ini idealnya. Tapi tidak bagi
sebagian kontraktor di Indonesia. Mereka cenderung mengatasi masalah dengan
masalah yang kadang membuat kondisi semakin rumit.
Pasti ada
penyebab kenapa kontraktor melakukan hal tersebut. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, dapat disebutkan beberapa diantaranya yaitu :
- Lemahnya pemahaman teknis
- Kesalahan perencanaan
- Kurangnya skill dalam pelaksanaan
- Kurangnya keterbukaan dalam manajemen kontraktor
- Kurangnya pengawasan atau sistem kontrol
- Waktu pelaksanaan yang terlalu singkat
- Motivasi tim proyek yang lemah
- Attitude kerja yang buruk
Cara penyelesaian masalah ini akan menyebabkan
kontraktor ibarat menyimpan bom waktu di proyek. Karena masalah yang ditutupi
atau tidak terselesaikan dengan seharusnya pasti akan menimbulkan masalah baru
di kemudian hari. Apa saja “menyelesaikan masalah dengan masalah”?. Berikut
beberapa contoh kasus yang mungkin banyak terjadi di proyek:
- Terjadi keropos hingga terlihat tulangan pada pengecoran balok beton. Apa yang dilakukan kontraktor? Mereka sering menambal keropos tersebut dengan menggunakan material mortar biasa segera setelah pembongkaran bekisting. Padahal pada kasus ini, material untuk menambal keropos harusnya material khusus yang mampu menggantikan beton yang terlepas. Akibatnya, setelah beban rencana tercapai, pada bagian tersebut terjadi retak yang berlebihan.
- Pada pengecoran kadang ditemui masalah dimana slump beton tidak memenuhi syarat untuk dicor. Apa yang dilakukan oleh kontraktor? Mereka biasanya menambahkan air sedemikian beton terlihat kembali memiliki kelecakan yang cukup. Padahal menambah beton akan membuat mutu beton berkurang apalagi pada beton mutu tinggi. Ini akan menimbulkan masalah dikemudian hari dimana terjadi struktur beton yang lendut dan gampang retak padahal gedung belum mencapai beban rencana. Kontraktor harus melakukan perkuatan jika ini terjadi.
- Item pekerjaan screed penutup waterproofing umumnya adalah pekerjaan rugi karena salah estimasi terkait metode pelaksanaan. Apa yang dilakukan kontraktor? Mereka mengurangi kandungan semen pada screed pelindung tersebut. Akibatnya screed menjadi sangat rapuh dan gampang terkelupas. Waterproofing menjadi tidak terlindung sehingga lebih cepat rusak. Gedung pun mengalami kebocoran.
- Pada proyek yang mengalami keterlambatan secara bobot pada S-Curve, apa yang sering dilakukan oleh kontraktor? Mereka cenderung mendatangkan material yang dapat mengangkat bobot prestasi realisasi pekerjaan proyek. Proyek akan terlihat kembali “on the track”, tapi hal ini menyembunyikan potensi keterlambatan karena tidak disadarinya item pekerjaan jalur kritis yang harusnya mereka percepat. Proyek akhirnya tetap saja terlambat.
Masih
banyak kasus yang mencirikan motto “menyelesaikan masalah dengan masalah” yang
lain. Beberapa contoh di atas mudah-mudahan cukup memberikan gambaran mengenai
problem solving ala kontraktor. Sekali lagi tidak semua kontraktor melakukan
ini. Kontraktor yang sangat memperhatikan aspek kualitas dan waktu pelaksanaan,
tidak akan menganut motto ini. Kontraktor tersebut sangat memperhatikan kredibilitas
perusahaan mereka. Kontraktor tersebut akan berusaha menyelesaikan masalah
dengan cara-cara yang profesional.
Sebutan dan
kasus-kasus yang disebutkan di atas, sebetulnya hanyalah suatu “ketukan” agar
kontraktor yang masih menganut paham “menyelesaikan masalah dengan masalah”
dapat berubah menjadi lebih profesional. Karena walau bagaimanapun, bekerja
dengan lebih profesional akan memberikan hasil yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar